Jumat, 17 Oktober 2014

Drama 4 orang perempuan CERMIN PETUNJUK SIFAT BURUK



Cermin Penunjuk Sifat Buruk
Suasana di kamar seorang ratu sebuah kerajaan. Di kamar tersebut, banyak sekali cermin besar terpasang di dindingnya. Matahari baru saja terbit dan sinarnya masuk ke kamar membangunkan sang Ratu dari tidurnya. Ia segera bangun dan menghampiri salah satu cermin yang terpasang di dinding kamarnya. Sang Ratu tersenyum melihat bayangannya sendiri. Ia lalu duduk di atas tempat tidurnya. Ia mengambil sebuah cermin kecil bergagang yang tergeletak di atas sebuah meja. Ia memandangi bayangan dirinya sambil tersenyum. Tanpa sengaja sang Ratu menjatuhkan cermin yang dipegangnya, dan cermin itu pecah. Sang Ratu kaget dan marah.
Ratu                : “Pelayan… cepat ke sini!”
Pelayan            : “Aaaa-ada apa, Ratu?”
Ratu                : (menunjuk ke bawah) “Kau lihat, satu cermin milikku pecah, kalian harus segera mencari penggantinya!”
Pelayan             : (kebingungan) “Ke mana kami harus mencari nya, Ratu?”
Ratu                : “Aku tak mau tahu! Cepat kalian cari lagi cermin untuk ku!”  Pelayan itu lalu segera pergi ke pasar kota. Suasana pasar kota ramai. Pelayan berjalan menuju toko tempat sang Ratu biasa membeli cermin. Di sana ia segera menghampiri seorang penjual cermin  yang juga pemilik toko.
Pelayan            : “Kami sedang mencari sebuah cermin untuk sang Ratu. Dapatkah kau membantuku?”
Pemilik toko    : “Sebuah cermin? Bukankah sang Ratu telah me miliki banyak cermin?”
Pelayan            : “Tapi sekarang, sebuah cerminnya pecah dan sang Ratu ingin mendapatkan penggantinya.”
Pemilik toko : “Oh maaf,! Sejak dibeli oleh Ratu, cermin di sini sudah habis.”
Pelayan            : “Jadi, di mana lagi kami bisa menemukan toko yang menjual cermin?”
Pemilik toko    : (kebingungan) “Entahlah, aku pun sedang kesusahan mencari persediaan cermin untuk dijual.”
Pelayan itu lalu keluar dari toko cermin. Wajahnya penuh kebingungan. Ketika sedang berjalan, tanpa sengaja melihat seorang Nenek Tua yang sedang duduk di bawah pohon. Di dekatnya, bersandar sebuah cermin dengan bingkai kotak dari kayu. Pelayan menghampiri Nenek Tua itu.
Pelayan            : “Apakah cermin itu akan kau jual?”
Nenek Tua       : (menoleh ke cermin di sampingnya) “Benar, tapi sejak tadi tak juga ada orang yang mau membeli.”
Pelayan            : (tersenyum) “Kau mujur, sang Ratu akan membeli cerminmu.”
Nenek Tua       : (kaget) “Tapi, cermin itu bukan cermin biasa. Aku takut sang Ratu tidak menyukainya.”
Pelayan            : ( b e r k a t a s a m b i l membentak) “Cermin, ya, tetap cermin. Apa bedanya?”
Si Nenek Tua lalu berjalan menuju istana. Setibanya di istana,  Pelayan tersebut segera mengantarkan si Nenek Tua ke hadapan Ratu.
Ratu                : “Apakah cermin itu milikmu?”
Nenek Tua       : (berkata dengan takut) “Benar Ratu, tapi hamba ragu kalau Ratu menyukai cermin ini.”
Sang Ratu menghampiri cermin milik Nenek Tua tersebut. Ia segera berkaca. Tapi tiba-tiba, mukanya berubah pucat pasi.
Ratu                : “Hah…”
Nenek Tua       : (berkata sambil menunduk) “Maaf Ratu, cermin itu memang bukan cermin biasa. Cermin itu dapat menunjukkan sisi buruk seseorang.”
Ratu                : (memandang ke arah Nenek Tua) “Lalu, apa maksudnya cermin itu menunjukkan ada banyak ulat di wajahku?”
Nenek Tua       : “Ulat itu adalah lambang dari keserakahan Ratu.”
Ratu                : (marah) “Kau ingin bilang kalau aku serakah?”
Nenek Tua       : “Hamba hanya mengingatkan. Selama ini, Ratu sering membeli barang berlebih walaupun se benarnya tidak begitu penting.”
Ratu                : “Aku memang mempunyai banyak cermin. Apakah itu serakah?”
Nenek Tua       : “Hamba tahu, tanpa cermin pun Ratu tetap terlihat cantik. Tapi, jangan sampai itu membuat Ratu lupa akan rakyat yang Ratu pimpin.”
Ratu                : (terdiam sejenak mendengar jawaban Nenek Tua. Ia tersenyum) “Kau benar nenek tua. Aku memang telah melupakan tanggung jawabku kepada rakyat. Apakah aku harus membuang semua cermin milikku?”
Nenek Tua : “Lebih baik diberikan kepada rakyat saja. Agar setiap kali mereka bercermin, mereka akan selalu teringat pada Ratu mereka yang bijaksana.”
Ratu mengangguk-angguk. Ia bahagia mendengar jawaban Nenek Tua tersebut.
Ratu                : “Lalu, bolehkah aku meminta cermin milikmu ini?”
Nenek Tua       : “Untuk apa? Bukankah cermin ini dapat membuat Ratu takut?”
Ratu                : “Dengan cermin ini, aku berharap dapat memperbaiki sisi buruk yang ada dalam hatiku.”
Nenek Tua itu tersenyum dan memberikan cerminnya pada sang Ratu. Sejak saat itu, tak ada lagi seribu cermin yang menghias istana sang Ratu. Hanya ada satu cermin yang tersisa di istana, yaitu cermin penunjuk sifat buruk.

2 komentar: